Jeumpa
zaman dahulu merupakan sebuah kerajaan, letaknya di Desa Blang Seupeung Kecamatan
Jeumpa, Kabupaten Bireuen. Di desa itu ditemukan makam Raja Jeumpa persisnya
diatas bukit kecil di Dusun Tgk Keujruen. Tulisan ini merupakan rangkuman dari Ikhtisar Radja Jeumpa, yang di tulis
oleh Ibrahim Abduh, mantan guru Sekolah Dasar (SD) Negeri 10 Bireuen. Tulisan
itu ditulis pada 29 April 2004.
Menurutnya
dari dulu masyarakat di Biereun sering mendengar hikayat Raja Jeumpa. Kapan
hikayat itu ada dan apa agama yang dianut olej raja tersebut, sampai kini masih
menjadi tanda tanya. Malah ada yang menyebutkan hikayat raja Jeumpa hanya
legenda atau tambo belaka. Benar atau tidak sampai kini masih jadi tanda tanya.
Namun dari penelusuran dan bukti-bukti yang pernah ditemukan, banyak pihak
meyakini raja Jeumpa dan kerajaannya memang benar-benar pernah ada. Secara
geografis, kerajaan Jeumpa terletak di daerah perbukitan mulai dari pinggiran
sungai Peudada di sebelah Barat sampai Pante Krueng Peusangan di sebelah Timur.
Dulu
desa-desa Paloh Seulimung, Abeuk Usong, Bintanghu, Blang Seupeung, Blang Gandai,
Cot Iboeh, Cot Meugo, Blang Seunoeng, Blang Rheum, Cot Leusong, Glumpang
Payong, Lipah Rayeuk, Batee Timoh dan Lhaksana berada di daerah yang terletak
ditepi pantai. Daerah persawahan sekarang merupakan daerah genangan air laut
dan rawa-rawa yang ditumbuhi beberapa jenis tumbuhan. Di antara tumbuhan dan
hutan-hutan itu ada undukan tanah yang lebih tinggi dari permukaan laut yang
merupakan pulau-pulau kecil.
Saat
itu desa Blang Seupeung merupakan pemukiman yang padat penduduknya dan juga
kota/Bandar pelabuhan besar, yang terletak di Kuala Jeumpa. Dari Kuala Jeumpa
sampai Blang Seupeung ada sebuah alur besar, biasanya dilalui oleh kapal-kapal
dan perahu-perahu kecil. Bukti yang menunjukkan bahwa daerah tersebut
dilingkari air laut terdapat di Cot Cut, antara Abeuk Usong dengan Paloh
Seulimeng, yaitu berupa lobang yang konon tak pernah tersumbat.
Istana
Raja Jeumpa terletak di desa Blang Seupeung yang dipagari disebelah utara,
sekarang disebut Cot Cibrek Ubeuet. Untuk membuktikan adanya lokasi kerajaan
disana, di sekitar benteng itu dilakukan penggalian. Mahligai lebih kurang 80
meter ke selatan yang sekarang disebut Buket Teungku Keujruen. Tidak jauh dari
Mahligai sekitar 500 meter, terdapat bekas kolam mandi kerajaan, yang ukurannya
sekitar 20 x 20 meter. Diatas bukit Teungku Keujreun itu pernah beberapa orang
menemukan benda-benda purba seperti cincin yang muat diikat di jari kaki,
kalung yang panjangnya sampai kelutut dan anting sebesar gelang tanang.
Benda-benda tersebut kabarnya oleh si penemunya yaitu Ustad Harun (almarhum)
telah dibawa ke mesium Banda Aceh bersama cerana sirih.
Kerajaan
Jeumpa pernah diperangi oleh pasukan Cina, Thailand dan Kamboja. Mereka pernah
menduduki benteng Blang Seupueng. Menurut penuturan M. Daud Tayeb, sesepuh desa
itu, peperangan tersebut terjadi karena Raja Cina menculik permaisuri Raja
Jeumpa, yang namanya yaitu Meureudom Ratna. Permaisuri Raja Jeumpa itu berhasil
dibawa kabur sampai ke Pahang (Malaysia). Namun kemudian Meureudom Ratna
berhasil dibawa pulang kembali ke Blang Seupeueng setelah panglima Prang Raja
Kera yang berasal dari Ulee Kareung Samalanga, berhasil mengalahkan Raja Cina.
Tidak
diketahui persis riwayat berakhirnya masa kejayaan kerajaan Jeumpa, begitu juga
dengan penyebab mangkatnya Raja Jeumpa. Namun dari cerita turun-temurun,
masyarakat disana meyakini pusara Raja Jeumpa terdapat diatas sebuah bukit
kecil setinggi 40 meter, yang ditumbuhi
pohon-pohon besar yang sudah berumur ratusan tahun. Makam Raja Jeumpa itu hanya
ditandai batu-batu besar, yang berlokasi di dusun Tgk Keujreun desa Blang
Seupeung. Sedangkan makam istrinya Meureudom Ratna, berada di Desa Kuala
Jeumpa. Raja Jeumpa adalah putera dari Abdullah dan Ratna Keumala. Abdullah
memasuki kawasan Blang Seupeung dengan kapal niaga yang datang dari India
belakang untuk berdagang. Dia memasuki negeri Blang Seupeung melalui laut lewat
Kuala Jeumpa.
Saat
itu sekitar abad ke VIII negeri tersebut sudah dikenal diseluruh penjuru dunia,
serta mempunyai hubungan perdagangan dengan Cina, Thailand, Malaka, India,
Pakistan dan Eropa. Dia kemudian diterima oleh penduduk pribumi dan disediakan
tempat tinggal. Kesempatan itu digunakan oleh Abdullah untuk memulai
menjalankan misinya sebagai Da’I Muslim. Rakyat di negeri tersebut sudah mudah
menerima agama Islam karena tingkah laku, sifat dan karakternya yang sangat
sopan dan juga sangat ramah.
Abdullah
dinobatkan menjadi sebagai raja dan Ratna Keumala sebagai permaisuri Blang
Seupeung tersebut. Raja Abdullah kemudian menamakan negeri yang dipimpinnya itu
dengan nama “Jeumpa”. Sesuai dengan negeri asalnya yang bernama “Kampia”, yang
artinya harum, wangi dan semerbak. Raja Abdullah meninggal dunia dengan
meninggalkan seorang istri dan dua orang anak, yaitu Siti Geulima dan Raja
Jeumpa. Setelah Raja Jeumpa dewasa dia membangun benteng pertahanan ditepi
Pantai, yaitu di Laksamana (sekarang Desa Lhakmana).
Raja
Jeumpa kemudian memperistri seorang putri anak Raja Muda yang bernama Meureudom
Ratna, dari Negeri Indra (kira-kira daerah Gayo). Menurut rentetan sejarah, Meureudom
Ratna masih ada hubungan keluarga dengan Putri Bungsu. Kakak Raja Jeumpa, Siti
Geulima dipinang oleh seorang Raja di Darul Aman yang bernama Raja Bujang. Maka
atas dasar perkawinan itu antara kerajaan Jeumpa dengan Darul Aman (sekarang
Peusangan Selatan) terjalin hubungan lebih erat. Sesuai dengan namanya “Darul
Aman” yakni negeri yang aman sentosa sudah pasti rakyatnya juga makmur.
Kerajaan-kerajaan
kecil di Aceh termasuk Jeumpa mengalami pasang surut. Apalagi setelah kehadiran
Portugis ke Malaka pada tahun 1511 M yang disusul dengan kedatangan Belanda.
Secara De Facto Belanda menguasai Aceh pada tahun 1904, yaitu ketika Belanda
dapat menduduki benteng Kuta Glee di Bate Iliek, dibagian barat kabupaten
Biereun.
Setelah
Indonesia merdeka pada tahun 1945, Aceh Utara disebut Luhak, yang dikepalai
oleh kepala Luhak sampai tahun 1949. Kemudian setelah Belanda mengakui
kedaulatan Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember
1949, dibentuklah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan beberapa
negara bagian. Salah satunya adalah negara bagian Sumatera Timur, Aceh dan
Sumatera Utara.
Kemudian
melalui Undang-Undang Darurat nomor 7 tahun 1956 tentang pembentukan daerah
otonom setingkat kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, maka dibentuklah Daerah
Tingkat II Aceh Utara. Keberadaan Aceh dibawah Provinsi Sumatera Utara
menimbulkan rasa tidak puas masyarakat Aceh.
Sumber : http://teropongkisah.blogspot.co.id/2013/04/legenda-raja-jeumpa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar